Jakarta, SIARD – Pemerintah berencana menambah kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di tahun ini, dari sebelumnya 200 ribu unit menjadi 420 unit.
“Pembahasan mengenai penambahan kuota FLPP masih berlangsung ya,” kata Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah dalam acara Diskusi Media ‘Menyelisik Kinerja 100 Hari Kementerian PKP’ di Bellezza Hotel & Suite, Jakarta, Kamis 27 Februari 2025.
Baca Juga: Penyaluran FLPP Masih Gunakan Skema 75:25
Menurut Fahri, penambahan kuota FLPP perlu penetapan dan ada regulasi tersendiri. Untuk itu, kini proses diskusinya masih berlangsung.
Ia mengakui, penambahan kuota FLPP merupakan salah satu upaya pemerintah mengatasi kekurangan pemenuhan kebutuhan hunian (backlog). Di mana, backlog tersebut terjadi akibat tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, banyaknya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
Sementara itu, Anggota Satuan Tugas (Satgas) Perumahan, Bonny Z. Minang juga mengatakan, akan ada penambahan kuota FLPP pada tahun ini dari 220 ribu unit, menjadi 420 ribu unit rumah subsidi.
“Ya, saya minggu lalu rapat dengan Pak Rio Silaban (Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan). Pak Rio bilang, sudah ditetapkan 420 ribu, penambahan dari 200 ribu,” katanya dalam acara diskusi yang sama.
Namun, Bonny mengaku meski ada penambahan kuota FLPP, tetapi tidak semuanya akan terserap sempurna. Sebab, waktunya sudah mendekati ke akhir tahun ini.
“Saat itu, kami juga memberitahu kepada Pak Rio bahwa kita tinggal berapa lama lagi sampai Desember. Mau kita usahakan 500-600 ribu, tidak mungkin. Waktu tinggal mepet. Dikasih 420 ribu (unit), paling pengembang bisa sampai 300 ribu,” ujarnya.
Baca Juga: Target Kuota FLPP Tahun Ini Jadi 200 Ribu Unit Rumah
Peran Penting Swasta
Sementara itu, Wamen PKP, Fahri Hamzah mengakui pentingnya peran swasta, khususnya asosiasi pengembang dalam Program 3 Juta Rumah sangat strategis. Untuk itu, pemerintah akan terus menjaga hubungan yang baik, karena yang membangun adalah pengembang, bukan pemerintah.
“Pemerintah itu berperan sebagai regulator. Jika pemerintah mengambil peran sebagai pengembang, maka akan muncul banyak kendala,” ujarnya.
Fahri menambahkan, kapasitas asosiasi pengembang jauh lebih besar dibandingkan kapasitas pemerintah dalam membangun rumah. Untuk itu, kementerian sangat bergantung kepada pengembang untuk merealisasikan program tiga juta rumah.
“Tugas pemerintah itu bikin kebijakan, dan membimbing aparatnya dan ekosistem yang ada. Itu saja yang kita jaga, anggaran tidak masalah, karena pemerintah enggak perlu belanja (untuk pembangunan rumah), ujarnya. (asp)
Baca Juga: