Diskusi Forwapera bertajuk ‘Perkuat Kelembagaan Perumahan Rakyat di kawasan Senayan, Jakarta. (FOTO: Siardaily)
SIARDAILY, Jakarta – Penyediaan hunian atau perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih saja mengalami kendala. Sehingga, angka backlog alias kurangnya pasokan perumahan yang saat ini mencapai 12,75 juta belum bisa terpenuhi.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Indonesia (Apersi) Junaedi Abdullah mengatakan, backlog perumahan sudah berlarut-larut terjadi dan belum bisa terselesaikan. Banyak faktor yang menyebabkan sulitnya pemerintah atau pemangku kepentingan lain, termasuk dari kalangan dunia usaha untuk mengatasi hal ini.
“Hantu backglog ini tidak pernah terselesaikan. Banyak masalah yang timbul. Tetapi saya rasa, masalah yang timbul itu memang diciptakan,” ujar Junaedi dalam diskusi Forwapera bertajuk ‘Perkuat Kelembagaan Perumahan Rakyat di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis 20 Juli 2023.
Baca Juga: Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan 47 Persen Tersalurkan
Dia mengatakan, masalah yang dimaksud di antaranya soal aturan pemerintah dan perizinan. Dari sisi demand atau permintaan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah, aturan untuk mendapatkannya dipersulit. “Pengembang pun untuk bangun rumah makin sulit, soal perizinan dan lain-lain,” ujarnya.
Selain itu, Junaedi mengatakan, kenaikan harga rumah subsidi yang terlambat diumumkan juga menjadi kendala bagi pengembang. Diketahui, pemerintah baru merilis aturan penyesuaian harga rumah subsidi beberapa waktu lalu.
Dampak dari keterlambatan tersebut, lanjutnya, sejumlah pengembang harus gulung tikar karena tidak sanggup lagi menahan beban produksi dan membayar gaji karyawannya. “Banyak teman kita yang terlanjur KO. Iklim investasi tidak pasti di sektor properti, membuat teman-teman harus merumahkan tenaga kerjanya, bahkan perusahaannya berhenti operasi” ujar Junaedi.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Real Estat Indonesia (REI) Hari Ganie menambahkan, pengembang memang masih mempunyai kendala dalam menyediakan rumah subsidi bagi MBR, yaitu utamanya terkait perizinan.
“Perizinan masalah yang tak pernah terpecahkan. Meski sudah ada UU Cipta Kerja. Itu juga muncul, karena perizinan perlu dibenahi. Namun sampai hari ini, implementasinya belum berjalan dengan baik. Hal ini bukan hanya menjadi keluhan anggota REI, pengembang lain juga begitu, Bahkan, saya keliling seluruh provinsi di Indonesia, ini juga dikeluhkan kepala daerah,” tuturnya.
Untuk itu, Hari mengatakan, masalah kelembagaan perumahaan rakyat menjadi poin penting untuk diperkuat. “Isu kelembagaan menjadi penting dan ini usulan dari hampir semua DPD REI, yaitu masalah perizinan utamanya,” ujarnya. (as09)
Baca Juga: