SIARDAILY, Jakarta – Asosiasi menilai industri gim lokal saat ini terhitung masih kecil, tetapi sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan.
Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno menyebut, selama tahun ini industri gim secara global, relatif stagnan. Ini, karena pada tahun lalu, ada pertumbuhan yang sangat besar berkat pandemi.
“Diperkirakan, tahun depan industri akan kembali tumbuh, antara lain didorong oleh pemain-pemain yang mencoba gim ketika pandemi akan tetap bermain, walau pandemi berakhir,” ujarnya, seperti dilansir Bisnis.com, belum lama ini.
Menurut Cipto, industri gim lokal saat ini masih kecil, tetapi sedang mengalami pertumbuhan pesat yaitu sekitar 50 persen per tahun. Sebagian besar pelaku industri adalah UMKM, dengan sumber pendanaan dari diri sendiri dan keluarga.
Secara umum, dia melanjutkan industri gim sulit mendapatkan pinjaman usaha dari bank, karena tak memiliki jaminan. Sumber pendanaan seperti VC baru tertarik, ketika ukuran perusahaan sudah cukup besar (seri A ke atas).
Terkait dukungan pemerintah, menurut Cipto sejumlah program pemerintah terbukti berhasil mengembangkan industri gim lokal. Program pengiriman delegasi ke luar negeri misalnya, secara stabil menghasilkan transaksi bisnis bernilai belasan miliar rupiah setiap kali kunjungan.
Program mentorship yang tahun ini diadakan pun berhasil menghubungkan perusahaan-perusahaan lokal dengan partner global dan mencetak kerja sama berskala puluhan miliar, ucap Cipto.
Adapun dari sudut pandang developer dan publisher gim, Cipto menjelaskan adanya timesports dan turnamen berkala tidak banyak berkaitan dengan pertumbuhan industri secara umum.
“Agar bisa berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, kita perlu membangun atau mendorong pelaku industri saat ini untuk dapat tumbuh ke ukuran besar, yang kemudian akan mengatrol seluruh industri,” ucapnya.
Hal serupa, menurut Cipto, berhasil diterapkan di industri startup digital. Ketersediaan pendanaan maupun talentanya meledak seketika, setelah Indonesia mencetak unikorn pertamanya.
Untuk dapat melakukan hal tersebut, Cipto mengatakan, diperlukan dorongan pendanaan agar pihak swasta lebih tertarik masuk ke industri ini walaupun berisiko. Saat ini, AGI sedang berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia untuk membangun infrastruktur yang dapat mengakselerasi pendanaan ke industri gim.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) akan melibatkan berbagai pihak dalam upaya percepatan pengembangan industri gim lokal .
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Sartin Hia mengatakan, pihaknya akan melaksanakan tugas dan fungsi sinkronisasi serta koordinasi dan pengendalian untuk mengembangkan industri gim lokal yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.
“Kemenko Marves untuk mendukung percepatan pengembangan industri game tersebut perlu kita dorong, kita himpun kerja sama antara tiap pemangku kepentingan, baik itu dari sisi pemerintah, perbankan, swasta, maupun industri-industri kreatif lainnya,” ujar Sartin dalam konferensi pers virtual penyelenggaraan final Piala Presiden Esports 2021, seperti dikutip Antara.
Sinergi tersebut, menurut dia, sangat diperlukan untuk menangani isu akses, salah satunya permodalan sebagai salah satu tantangan utama dalam proses pengembangan industri gim lokal. Kemudian, upaya perluasan akses permodalan tersebut dapat dilakukan melalui matching fund, pendanaan berbasis kekayaan intelektual.
Mengutip data dari AGI, ia mengungkapkan, pangsa pasar dari gim nasional, termasuk gim esport, masih didominasi oleh gim-gim luar negeri.
“Dari perhitungannya, kurang lebih kira-kira sebesar 99,5 persen atau setara lebih dari 1,7 miliar dolar AS pada 2020. Padahal kita tahu pada 2025 sudah diproyeksikan bahwa pasar gim Indonesia akan bisa mencapai 2 miliar dolar AS,” kata Sartin.
Tren peningkatan pengeluaran global tersebut, sambung dia, didominasi oleh game mobile, konsol dan komputer. “Proyeksi pasar mobile game ini akan meningkat hingga kurang lebih 125 dolar AS. Maka, berdasarkan data-data tersebut, ada kebutuhan sangat perlu menjaga atensi kita dalam hal peningkatan daya saing industri gim lokal kita sehingga mampu bersaing dengan industri gim asing,” jelasnya.
Ia pun mengambil studi kasus pada 1999, ketika Korea Selatan mampu membentuk sebuah lembaga pendukung industri gim yang menjadi Korea Creative Content Agency, untuk mengembangkan industri kreatif lainnya, termasuk animasi dan K-Pop.
Pada 2019, ia mengatakan, bahkan nilai ekspor kreatif konten di Korea Selatan mampu mencapai 10,19 miliar dolar AS dan sektor gim mendominasi, hingga 67 persen, atau setara dengan 6,8 miliar dolar AS.
“Tentu kita berpikir, sebagai solusi di dalam potensi-potensi yang sudah tergambarkan, maka di dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional sudah tertuang bahwa salah satu penguatan ekonomi kreatif dan ekonomi digital adalah sektor gim. Ini menjadi program positif yang perlu kita kawal dan kita kerjakan,” ungkapnya. (as9)