SIARDAILY, Jakarta – Perekonomian Indonesia saat ini menunjukkan potensi penguatan yang solid, berbeda dengan perekonomian dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China yang mengalami normalisasi.
Beragam indikator ekonomi masih menunjukkan pemulihan ekonomi yang kuat hingga beberapa waktu ke depan, meski ada faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berpotensi menaikkan angka inflasi.
Di tengah pemulihan ekonomi Indonesia yang masih terus berjalan, seperti apa strategi investasi yang harus diterapkan investor? Berikut, penjelasan Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Krizia Maulana, seperti dikutip dari keterangannya, Rabu 7 September 2022.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Diyakini Masih di Atas Inflasi
Adanya kenaikan harga BBM bersubsidi
Indonesia masih terus menunjukkan tren penguatan ekonomi hingga akhir tahun ini. Kenaikan harga BBM bersubsidi dalam jangka pendek berpotensi membuat kenaikan angka inflasi dan berpengaruh ke daya beli masyarakat. Namun, kenaikan harga BBM bersubsidi ini sebetulnya sudah diantisipasi oleh pasar, sementara momentum pemulihan ekonomi Indonesia saat ini telah ada di level penguatan, sehingga dampak dari kenaikan telah dimitigasi.
Dari sisi anggaran negara, kenaikan harga BBM membuat anggaran pemerintah menjadi lebih terjaga dan tepat sasaran, sehingga Indonesia masih menjadi pasar yang dilirik oleh investor asing.
Yang harus diwaspadai investor saat ini lebih ke faktor global, di mana pengetatan bank sentral yang terlalu agresif, berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi global. Selain itu, masih belum selesainya konflik Rusia-Ukraina, turut berdampak pada harga komoditas dan tekanan inflasi yang dapat memengaruhi kebijakan moneter bank sentral global.
Pilihan investasi di tengah situasi global yang volatil
Kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih solid yang disertai dengan pertumbuhan laba perusahaan yang diperkirakan tumbuh pada laju yang sehat, diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham. Dalam jangka panjang, peluang investasi di reksa dana saham jelas masih menarik.
Namun, di tengah situasi global yang masih volatil, ada baiknya investor melakukan diversifikasi aset dan menambah porsi kepemilikan investasi di instrumen yang memiliki tingkat korelasi rendah antar aset pada portofolionya, contohnya seperti di reksa dana campuran.
Kenapa reksa dana campuran? Kondisi pasar yang dinamis menawarkan peluang yang menarik bagi investor. Berinvestasi pada beragam jenis kelas aset reksa dana sekaligus, seperti saham, obligasi, dan pasar uang dalam satu portofolio investasi dapat menjadi cara yang efektif untuk meraup peluang guna memacu pertumbuhan investasi kita. Reksa dana campuran memungkinkan investor untuk mendapatkan return yang lebih optimal dengan risk yang lebih terjaga.
Sebagai gambaran adalah reksa dana campuran Manulife Dana Tumbuh Berimbang (MDTB). Tak semata mengejar imbal hasil, MDTB dijaga ketat untuk memberikan tingkat fluktuasi dan imbal hasil yang lebih konsisten, yang tentunya lebih rendah dibandingkan fluktuasi portofolio investasi yang hanya fokus pada saham.
MDTB memungkinkan investor untuk meraih peluang dari dua sisi, sambil meredam risiko berlebih di tengah riuh rendah gerakan pasar modal. Dalam setahun terakhir, reksa dana MDTB mencatatkan kinerja 7,91 persen (per akhir Juli 2022).
Pasar saham ke depannya masih memberikan peluang yang menarik. Perlu diingat juga bahwa investor sebaiknya tetap melakukan diversifikasi pada investasinya, terlebih karena masih adanya tekanan dari global. Tetap perhatikan bahwa dalam memilih portofolio investasi, investor harus menyesuaikan dengan profil risiko, tujuan investasi, dan jangka waktu investasi masing-masing. (as9)
Baca juga: