Jakarta, SIARD – Publik Tengah menanti realisasi penggabungan unit usaha syariah PT Bank Tabungan Negara (UUS BTN atau BTN Syariah) dengan PT Bank Muamalat Indonesia, yang saat ini masih dalam proses pengerjaan. sesuai rencana.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengaku keputusan akhir merger kedua bank syariah tersebut, akan diambil pada Maret 2024.
Analis Mandiri Sekuritas, Kresna Hutabarat dan Bobby Chandra mengatakan, penggabungan seperti ini menawarkan peluang sinergi yang besar (dan juga risiko). “Sekaligus memberikan ancaman persaingan terbatas terhadap BRIS (PT Bank Syariah Indonesia Tbk), dalam pandangan kami,” ungkap Kresna dan Bobby dalam riset terbarunya.
Saat ini, penggabungan BTN Syariah-Muamalat sedang dalam pengerjaan. Menteri BUMN saja memberikan keterangan di media mengenai rencana merger antara UUS BTN (anak usaha syariah PT Bank Tabungan Negara Tbk atau BBTN) dengan Bank PT Muamalat Indonesia (BMI) pada Maret 2024.
Baca Juga: Aset Tembus Rp54 Triliun, BTN Syariah Siap Spin Off
Kementerian BUMN sudah melakukan pembahasan dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), pemegang saham pengendali BMI, dan Kementerian Agama mengenai peluang sinergi kedua bank tersebut, sehingga menghasilkan alternatif bank syariah yang cukup besar di industri ini. Keputusan akhir mengenai merger diharapkan dapat diambil pada Maret 2024.
Bagi BTN, rencana merger merupakan salah satu opsi untuk memenuhi rencana spin-off bisnis syariah dan sekaligus menjaga eksistensinya di industri perbankan syariah nasional. Sedangkan bagi BMI, rencana merger dapat menjadi jalan untuk merekapitalisasi dan meningkatkan skala bisnis, demi keberlanjutan yang lebih baik.
Patut diperhatikan bahwa rencana merger ini mempunyai peluang dan tantangan yang besar dan berpotensi membentuk bank syariah terbesar kedua dalam sistem setelah BSI. Potensi sinergi pada tahap awal dapat berupa sinergi pendanaan, sinergi pinjaman, dan terakhir sinergi biaya operasional (operational expenditure/OPEX).
Sinergi pendanaan tidak lagi berkaitan dengan biaya dana, namun lebih pada penanganan jangka waktu pendanaan di BTN Syariah, yang membutuhkan jangka waktu lebih panjang mengingat komposisi kredit kepemilikan rumah (KPR) yang banyak.
“Dengan merek yang lebih kuat dan dukungan pemangku kepentingan yang lebih terdiversifikasi, entitas hasil merger juga dapat memperoleh manfaat dari kedekatan strategisnya dengan ekosistem haji nasional,” tegas kedua analis.
Selanjutnya, sinergi pinjaman harus fokus pada diversifikasi selain KPR syariah ke produk pembiayaan konsumen lainnya, dan mungkin juga produk pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) lainnya untuk ekosistem syariah nasional.
Terakhir, sinergi OPEX dapat diwujudkan dalam bentuk produktivitas aset yang lebih tinggi melalui pemanfaatan jaringan perbankan yang lebih optimal. Sinergi ini belum bersifat menyeluruh, namun hanya dapat dijabarkan lebih lanjut sesuai dengan kesinambungan dan kondisi kesepakatan.
Pertanyaan yang tertunda juga masih ada mengenai kapitalisasi akhir, struktur kepemilikan saham, dan pihak pengendali dari entitas yang digabungkan. “Ini adalah pilihan yang sehat dan menarik bagi industri, namun kesuksesan membutuhkan waktu dan usaha,” ujar Kresna dan Bobby.
Kendati demikian, menurut pandangan kedua analis, merger antara BTN Syariah dan BMI tidak akan menimbulkan ancaman kompetitif yang signifikan terhadap BSI sebagai bank syariah terbesar di sistem ini. Sebaliknya, merger tersebut dapat mempercepat pertumbuhan penetrasi perbankan syariah dalam sistem melalui pasar antarbank syariah yang lebih terdiversifikasi dan bank syariah yang lebih terukur dalam entitas hasil merger.
Meskipun demikian, kedua analis menyoroti risiko integrasi antara kedua entitas dalam skenario merger. Selain menyatukan budaya organisasi dan standar serta prosedur bisnis, kedua entitas juga perlu mengatasi tatanan, kualitas aset, perbankan transaksi dan kemampuan perbankan digital untuk membangun kapasitas yang memadai untuk bersaing.
Aset lama mungkin membatasi profitabilitas jangka pendek hingga menengah dari entitas hasil merger. “Namun, penciptaan nilai dapat dicapai melalui kapasitas yang lebih kuat untuk menghasilkan pertumbuhan pendapatan, perluasan basis nasabah perbankan syariah, dan fungsi intermediasi keuangan yang lebih kuat sesuai syariah dalam sistem,” jelas Kresna dan Bobby.
Genjot Kinerja
Dalam riset terpisah, analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano menjelaskan, pihaknya mengharapkan penjualan dan pemulihan aset non-inti pada kuartal IV-2023. BBTN berencana merampungkannya penjualan aset dalam jumlah besar pada Desember 2023, senilai sekitar Rp860 miliar, yang diharapkan dapat menghasilkan kredit bermasalah (NPL) turun 25-27 basis points (bps), dan kemungkinan satu lagi sekitar Rp1 triliun di 2024.
Selain itu, BTN juga mengharapkan pemulihan sekitar Rp250 miliar dari piutang Jiwasraya pada 23 Desember yang seharusnya memberikan tambahan pendapatan operasional lainnya untuk mendongkrak laba bersih kuartal IV-2023. Panduan perusahaan untuk laba bersih periode tersebut sebesar Rp975 miliar, tumbuh 16 persen (qoq).
Pinjaman perumahan dan non-perumahan akan melanjutkan pertumbuhan yang kuat. Manajemen mempertahankan panduan pertumbuhan pinjaman sebesar 10-11 persen pada sepanjang 2023, seiring dengan pertumbuhannya pinjaman menjadi Rp318 triliun (tumbuh 9,9 persen yoy) di sembilan bulan 2023, didorong oleh pinjaman non-perumahan yang tumbuh 23 persen (yoy), sedikit diimbangi oleh penurunan pinjaman konstruksi sebesar 11 persen (yoy).
“BTN bertujuan untuk terus mengembangkan kredit non-perumahan dengan meningkatkan pinjaman nasabah dari inisiatif digitalnya, pinjaman komersial dengan pusat UMKM, dan pinjaman korporasi yang menyasar konglomerat pengembang,” ungkap Victor.
Manajemen BTN sendiri, mengharapkan pertumbuhan KPR non-subsidi akan didorong oleh insentif PPN pada 2024.
BRI Danareksa Sekuritas masih meninjau peringkat dan target harga BBTN. Saham BBTN saat ini diperdagangkan pada PBV 0,6 kali hingga 2024, menurut perkiraan konsensus, diskon besar terhadap empat bank besar yang berdagang pada 1,2-4,1 kali, Namun, juga dengan ROE yang lebih rendah, yaitu sebesar 11,9 persen dibanding big-4 sebesar 14,7-21,52 persen.
“Kami saat ini meninjau perkiraan kami, target harga, dan rekomendasi tentang BBTN. Perusahaan akan mendapatkan manfaat dari insentif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) di tengah niatnya untuk meningkatkan pinjaman hipotek nonsubsidi dan potensi penurunan suku bunga, karena porsi pembiayaan yang tinggi,” tegas Victor.
Sementara itu, Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu mengatakan, rencana merger masih berproses dan akan diumumkan lebih lanjut melalui keterbukaan informasi. “Yang pasti, merger bakal berdampak positifm karena potensi bisnis KPR syariah cukup besar sekitar 20-30 persen,” ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.
Nixon berharap, ketika BTN Syariah resmi dipisah (spin off) dan diintegrasikan dengan Bank Muamalat, UUS BTN tersebut diharapkan tetap fokus pada kredit pemilikan rumah (KPR) sekitar 60-70 persen. Kemudian, kredit SMI dan UMKM sekitar 30-40 persen, sehingga lebih berfokus pada segmen ritel dan konsumen perbankan.
Fokus tersebut, sekaligus menjawab area yang bakal menjadi sasaran dari calon bank syariah terbesar kedua setelah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI ini. “Jadi, kami tidak akan bermain di korporasi dan segmen-segmen atas,” ujarnya.
Pertimbangan itu diambil, karena KPR syariah memiliki pagu yang tinggi, sehingga memerlukan suatu kendaraan yang benar-benar fokus terhadap konsumen syariah. Selama ini, BTN bermain di area yang campur-campur.
“Jadi, kalau ada vehicle sendiri, kami (BTN) pasti tidak akan lagi bermain di KPR syariah,” tutur Nixon. (asp)
Baca Juga: