Garuda Indonesia Berdarah, Komisi VI DPR Minta Tim Audit Khusus

SIARDAILY, Jakarta – Kondisi PT Garuda Indonesia Tbk, saat ini sedang berdarah-darah karena adanya berbagai masalah. Seperti, masalah biaya penyewaan pesawat dari lessor atau perusahaan leasing pesawat yang sangat besar, bahkan hingga empat kali lipat lebih tinggi dari rata-rata. Total nilai sewa pesawat Garuda mencapai Rp42 triliun untuk 50 pesawat pada september 2014.

Komisi VI DPR RI mendorong dibentuknya tim khusus audit kinerja Garuda Indonesia, yang secara teknis dinyatakan bangkrut. Menurutnya, tim ini akan membantu penyelamatan perusahaan pelat merah itu.

“Garuda sebagai national flag carrier harus diselamatkan. Tim audit diperlukan untuk memastikan berbagai permasalahan dalam manajemen Garuda dapat terbongkar, sekaligus agar pemerintah bisa memiliki solusi terbaik,” kata Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, seperti dikutip dari keterangannya, Senin 15 November 2021.

Andre mendesak, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melaporkan pelaku-pelaku dugaan korupsi kepada aparat penegak hukum terkait persoalan sewa pesawat yang sebenarnya sudah menjadi isu sejak lama.

“KemenBUMN perlu melaporkan manajemen lama Garuda ke aparat penegak hukum. Ke KPK (Komisi Pemberantasn Korupsi) boleh, ke Kejaksaan Agung boleh, ke Bareskrim Polri boleh. Yang jelas, pemerintah harus bersikap untuk kita ketahui apakah ada lobi-lobi dari oknum di Garuda dengan pihak lessor sampai ada mark-up penyewaan pesawat,” tuturnya.

Persoalan lain yang dihadapi Garuda adalah utangnya yang menembus US$9,75 miliar atau setara Rp138,45 triliun (kurs Rp14.200). Liabilitas utang tersebut jauh lebih rendah dari aset Garuda yang hanya US$6,92 miliar.

Selain itu, ekuitas atau modal Garuda tercatat minus US$2,8 miliar atau setara Rp39,7 miliar. Garuda juga mengalami kerugian, sehingga saat ini mengurangi rute penerbangan dari 437 menjadi 140 rute.

“Kita ketahui masalah keuangan yang dihadapi Garuda ini bukan semata-mata hanya karena pandemi Covid-19. Masalah tata kelola korporasi yang buruk sudah ada jauh sebelumnya. Maka, tim audit kinerja diperlukan,” sebut Andre.

Komisi VI DPR telah memiliki lima kesimpulan saat membahas dengan Kementerian BUMN soal nasib Garuda Indonesia. Komisi yang memiliki bidang tugas terkait BUMN itu mendorong masalah pengadaan pesawat diproses hukum, serta penyelamatan Garuda dengan prioritas tanpa menggunakan APBN.

Kesimpulan selanjutnya, kata Andre, yakni pemberian jangka waktu selama satu tahun kepada Kementerian BUMN untuk menyelesaikan restrukturisasi Garuda Indonesia. Lalu, Komisi VI, juga meminta Kementerian BUMN dan Garuda Indonesia untuk terus menerus melaporkan progres restrukturisasi utang.

“Kami dari Komisi VI juga akan membahas pembentukan Panja (Panitia Kerja) Penyelamatan Garuda Indonesia. Lewat Panja, kami berharap akan ditemukan penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi Garuda,” tutur Legislator dari Dapil Sumatera Barat I itu.

Pemerintah sendiri akan memberikan bantuan dana dari program Investasi Pemerintah Pemulihan Ekonomi Nasional (IP-PEN) kepada Garuda sebagai bagian dari upaya restrukturisasi perusahaan. Namun, dari Rp8,5 triliun yang disetujui, pemerintah baru mencairkan Rp1 triliun.

“Pada intinya, penyelamatan Garuda Indonesia harus menjadi prioritas. Kami berharap, pemerintah dan Garuda Indonesia berfokus melakukan restrukturisasi. Kita harus berjuang sampai titik darah penghabisan agar Garuda, maskapai kebanggaan Indonesia, bisa selamat,” tutur Andre. (as9)

Share via
Copy link