SIARDAILY, Jakarta – Bank sentral Amerika Serikat, The Fed resmi mengumumkan bahwa Fed tapering akan dimulai awal Desember mendatang. Berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2013, tapering atau program pengurangan pembelian aset kali ini berlangsung tanpa kejutan.
Program pembelian aset dari pasar finansial sebesar US$120 miliar per bulan yang telah dilakukan sejak awal pandemi, akan mulai dikurangi sebesar US$15 miliar setiap bulannya, sehingga tapering ini diperkirakan akan selesai pertengahan tahun 2022.
Chairman The Fed, Jerome Powell, telah memberikan sinyal sejak awal tahun, sehingga pasar terlihat lebih antisipatif dan gejolak di pasar finansial dapat lebih diminimalkan.
Lantas, apa yang harus dilakukan oleh investor? Simak penjelasan Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja, dikutip dari keterangannya, Senin 29 November 2021.
Baca juga: Dari UU CK Omnibus Law ke UU CK Omnibus “Happy” Law Konstitusional
Respons positif dari pasar
Selain komunikasi yang baik, hal positif lainnya yang dilakukan The Fed kali ini adalah menyampaikan dengan jelas bahwa walaupun tapering mulai diimplementasi, kenaikan suku bunga belum akan dilakukan, setidaknya hingga proses tapering berakhir. Ini, tentunya menjadi berita positif bagi pasar finansial dan memberikan kejelasan bahwa suku bunga akan tetap pada level akomodatif. Kondisi inilah yang membuat pasar obligasi global dan domestik pun cenderung stabil pascapengumuman Fed tapering.
Di sisi lain, kita melihat perbaikan situasi pandemi di Indonesia yang jelas mendukung pemulihan ekonomi yang berkesinambungan. Keseimbangan strategi penanganan pandemi yang terukur (pelonggaran aktivitas sosial diiringi dengan laju vaksinasi yang ditingkatkan) oleh pemerintah, cukup berhasil mendorong kinerja ekonomi.
Beberapa indikator seperti indeks mobilitas dan realisasi pendapatan negara terus melanjutkan tren pertumbuhan positif. Jika target vaksinasi 70 persen populasi sasaran dapat tercapai pada akhir 2021, hal ini pun dapat menjadi katalis positif bagi pemulihan ekonomi yang lebih kuat di 2022.
Kuatnya kinerja ekspor Indonesia yang mencatatkan surplus berturut-turut selama 17 bulan terakhir – dengan posisi surplus tahun berjalan 2021 sampai bulan Oktober, juga tercatat sebagai yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir – membuat tekanan pada nilai tukar rupiah pun tidak setinggi pada periode tapering 2013 lalu. Kondisi ini akan menjadi fondasi Indonesia mengarungi periode tapering yang akan datang.
Namun, kita juga harus tetap mencermati potensi risiko yang ada. Memburuknya kembali kondisi pandemi di Eropa, disrupsi rantai pasokan global yang dapat meningkatkan inflasi, potensi miskomunikasi perubahan kebijakan moneter dan fiskal yang berpotensi menciptakan volatilitas pada suku bunga dan nilai tukar, semuanya itu akan dapat menjadi gangguan pada momentum pemulihan ekonomi. Untuk itulah menjelang akhir tahun ini, sebaiknya kita mengkaji kembali seluruh portofolio investasi kita, seraya menimbang-nimbang potensi dan risiko yang ada ke depannya.
Lakukan evaluasi
Hal pertama yang harus dilakukan oleh investor adalah mengevaluasi seluruh aset pada portofolio investasinya saat ini. Arah pasar yang bergerak positif saat ini bisa dimanfaatkan oleh para investor untuk mencari peluang investasi terbaik yang sesuai dengan profil risiko masing-masing investor. Evaluasi portofolio investasi sangat penting dilakukan, minimal sekali dalam setahun, untuk melihat apakah imbal hasil investasinya sudah on track dengan tujuan keuangan yang hendak dicapai. Pada masa awal pandemi, pasar cenderung bergerak volatil dan terkoreksi. Sedangkan saat ini, kondisi sudah membaik.
Melirik peluang di pasar obligasi dan saham
Setelah dimulainya tapering, investor dapat memanfaatkan peluang investasi di pasar obligasi dan pasar saham yang menunjukkan tren pemulihan. Sebagai gambaran, reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) berhasil mencatatkan kinerja satu tahun terakhir sebesar 63,07 persen per akhir Oktober 2021, jauh melampaui tolok ukurnya (Indeks IDX80) yang sebesar 18,89 persen.
Pada periode yang sama, reksa dana Manulife Obligasi Unggulan (MOU) mencatatkan kinerja satu tahun terakhir sebesar 8,0 persen, dua kali lipat dari tolok ukurnya (rata-rata bunga deposito tiga bulan di bank lokal lebih dua persen, net setelah pajak) yang sebesar 3,94 persen.
Pada akhirnya, setiap investor harus menentukan instrumen investasi yang paling sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasinya. Selalu lakukan diversifikasi untuk meminimalisir risiko dan memaksimalkan imbal hasil investasi Anda. (as9)
Baca juga: Presiden Jokowi Resmikan Bendungan Multifungsi Karalloe Senilai Rp1,27 Triliun