SIARDAILY, Jakarta – Anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel), siap menggarap tingginya peluang bisnis penyewaan menara telekomunikasi di Indonesia pada 2022, yang diharapkan semakin mendukung pertumbuhan organik perseroan.
Saat ini, Mitratel tercatat sebagai perusahaan penyedia infrastruktur menara telekomunikasi terbesar di Tanah Air yang memiliki sekitar 28.030 menara yang tersebar di seluruh Indonesia, pada lokasi-lokasi strategis dan 42.016 penyewa.
“Kami siap menghadapi new journey sebagai perusahaan publik, bukan hanya transparan dan menjaga good corporate governance, tetapi juga profesional, independen, dan efisien memanfaatkan hasil IPO untuk tumbuh agresif menjadi the leading digital infrastructure di regional. Kami selalu berusaha keras menjadi emiten favorit bagi investor, dengan mampu menciptakan nilai optimal bagi shareholder,” kata Direktur Utama Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko, seperti dikutip dalam keterangannya, Rabu 5 Januari 2022.
Menara Mitratel tersebar di seluruh wilayah Indonesia, di mana sekitar 57 persen di antaranya berada di luar Jawa. Luasnya cakupan wilayah Menara Mitratel, membuat emiten berkode saham MTEL itu mampu mengelola kerja sama tambahan dari para penyewa menara telekomunikasi. Selain itu, Mitratel dianggap paling siap melayani ekspansi operator di luar Jawa yang meningkatkan portofolio kolokasi.
Baca juga: Bisnis Pesan dan Kirim Makanan AirAsia Food Hadir di Indonesia
“Pencapaian kami di kuartal III 2021, sesuai dengan ekspektasi dan tumbuh di atas industri. Revenue year on year tumbuh 14,6 persen menjadi Rp5 triliun, EBITDA tumbuh 28,3 persen mencapai Rp3,8 triliun dan net income tumbuh 246,4 persen menjadi lebih dari Rp1 triliun. Di kuartal III, kami juga berhasil menambah portfolio menara melalui inorganik dari Telkomsel 4.000 menara dan Telkom 798 menara, sehingga total portfolio menara menjadi 28.079 sites atau tumbuh 72,9 persen dengan 42.137 tenant atau tenancy ratio 1,5,” ujar Teddy, panggilan akrabnya.
Teddy menambahkan, tenancy ratio yang masih rendah tersebut terjadi akibat pembelian menara yang sebelumnya terbatas untuk satu operator. Namun, saat ini terbuka peluang luas untuk menarik kolokasi dari semua operator, karena sebaran lokasinya yang atraktif. Ditambah lagi, dengan rencana Mitratel untuk mendukung layanan penyewaan menara dengan fiberisasi, sehingga akan semakin menunjang operator telekomunikasi dalam memberikan layanan digital tak terbatas bagi pelanggannya.
Dengan kemampuan pendanaan yang kuat baik dari hasil IPO pada 22 November 2021 lalu, yang mencapai lebih dari Rp18 triliun, serta leverage dan biaya utang (cost of debt) terendah dibanding operator lainnya, Teddy mengaku manajemen dan seluruh karyawan bersemangat untuk menyambut setiap peluang yang ada dan akan fokus pada beberapa rencana.
Rencana pertama adalah pertumbuhan organik dengan lebih aggresif baik membangun baru maupun menambah kolokasi untuk seluruh operator. Mitratel juga independen dalam mengoptimalkan portfolio menara yang tersebar di Indonesia di lokasi yang strategis, khususnya menara yang diakuisisi dari Telkomsel untuk dapat dimanfaatkan oleh operator lain seperti EXCL, ISAT dan FREN.
Kemudian, perseroan akan melanjutkan agresivitas aksi pertumbuhan inorganik dengan konsolidasi lanjutan ,enara Telkom Group maupun dari konsolidasi di pasar domestik. Jika ada peluang menarik yang tetap memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, maka Mitratel juga tidak menutup kemungkinan untuk menjadi konsolidator industri maupun ekplorasi di regional.
Rencana berikutnya adalah ekspansi ke layanan baru, dengan membangun kapabilitas menuju perusahaan infrastruktur digital, baik berupa fiberisasi menara melalui membangun, partnership B2B/wholesale agreement maupun akuisisi, dan menyiapkan readiness untuk infrastructure as a service atau infrastructure solution dan edge computing.
Terakhir, perseroan akan melakukan peningkatan berkelanjutan untuk mendorong efisiensi yang lebih baik untuk operasi dan manajeman, belanja modal maupun operasional dengan integration system IT (digitalisasi) dan manajemen aset.
“Indonesia termasuk negara dengan rasio populasi per menara yang masih rendah sehingga pengembangan jaringan telekomunikasi masih sangat menjanjikan, ditambah lagi kami memiliki competitive advantages yang khas, yaitu 57 persen menara berada di luar Jawa dan potensi lainnya, yaitu hasil akuisisi menara dari Telkomsel tahun sebelumnya yang dapat dimanfaatkan oleh operator telekomunikasi lain untuk memperluas jangkauan jaringannya. Karenanya Mitratel optimis menjadi pemain yang terbesar dan terkuat di industry menara untuk mendukung ekosistem digital di Indonesia,” kata Teddy.
Sejatinya, Mitratel (MTEL) kini masuk dalam tiga besar pemain di sektor menara, sejajar dengan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp68,43 triliun.
Di Indonesia, bisnis valuasi menara telekomunikasi memang relatif rendah dibanding negara lain, yakni 16 kali. Pasalnya, menara digunakan secara eksklusif untuk internal.
Namun, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuka jalan dengan ketentuan yang memungkinkan operator telekomunikasi berbagi infrastruktur dalam penggunaan menara sehingga meningkatkan rasio kolokasi.
Pandangan Analisis
Menurut analisis D-Insights, kondisi ini membuat perusahaan menara bisa berpotensi meraih pendapatan tambahan dari para operator telekomunikasi tanpa mengeluarkan investasi lebih untuk biaya kolokasi. Sehingga, membuat valuasi menara telekomunikasi bisa naik lebih tinggi kalau pemerintah daerah mulai membatasi pembangunan menara.
Berdasarkan riset lembaga Citi Research pada September 2021 lalu disebutkan, pengalihan sebanyak 4.000 menara telekomunikasi milik Telkomsel ke Mitratel tercatat memiliki nilai aset Rp6,2 triliun. Ini membuat jumlah menara Mitratel bertambah menjadi 28.000 menara atau setara 30 persen pangsa pasar, tertinggi di Indonesia.
Valuasi per menara diterjemahkan menjadi Rp1,55 miliar, lebih rendah dibanding valuasi transaksi sebelumnya, yakni Rp1,7 miliar per menara. “Kami melihat bahwa tarif sewa bisa menurun. Ini juga berarti valuasi EV/EBITDA akan lebih tinggi,” demikian tertulis dalam hasil riset Citi.
Berdasarkan pernyataan terbaru dari perusahaan telekomunikasi dan perusahaan penyedia sewa menara, serta menganalisis transaksi menara baru-baru ini di Indonesia, Citi memperkirakan tarif sewa menara sekitar Rp11 miliar. “Dengan asumsi tersebut, Citi memperkirakan valuasi menara yang dibayarkan menjadi 13x EV/EBITDA,” katanya.
Meski ada fenomena penurunan tarif sewa, Citi menilai tingkat sewa menara Mitratel akan tinggi, karena sebelumnya hanya digunakan untuk keperluan Telkomsel, sementara ke depan akan dapat digunakan oleh operator lain.
“Dari sudut pandang pendapatan, kami melihat transaksi tersebut memiliki dampak netral karena pembayaran sewa kemungkinan akan diimbangi dengan depresiasi dan beban bunga yang lebih rendah,” ujarnya.
Dengan pengalihan menara yang kurang dimanfaatkan ke Mitratel, hal ini meningkatkan potensi pertumbuhan kolokasi atau penawaran sewa menara bagi Mitratel dibanding operator menara independen.
Dengan dibukanya penyewaan menara Telkomsel, Citi menilai semakin banyak menara yang bersaing memperebutkan kolokasi. Perhatikan bahwa dengan gabungan transfer 10.500 menara dari Telkomsel ke Mitratel, pasokan menara yang dapat dibagikan telah meningkat sebesar 13 persen dalam satu tahun terakhir. (as9)
Baca juga: Umumkan Pendanaan Seri C, Kopi Kenangan Raih Unicorn