SIARDAILY— Siapa membela generasi lemah? Al Qur’an! Apa pula itu AniesPrudence? Lugasnya: kebijaksanaan Anies! Bukan sembarang kebijakan. Prudence yang membuat efek besar, bagus, dan panjang. Seperti panorama shaf jamaah sholat Idul Fitri 1443H di Jakarta International Stadium (JIS) yang sampai hati diminati jamak media televisi digital skala internasional.
AniesPrudence! Itu frasa yang saya usung untuk meniru konsepsi Jurisprudence (yurisprudensi) untuk menyebut putusan kaum Jurist cq. Mahkamah Agung yang adil, benar, bermanfaat, juga bernas, dan diikuti berulang.Yang ditemukan sebagai kaidah hukum baru. New norms!
Defenisi esai ini, bahwa AniesPrudence ialah Kebijaksanaan Anies –yang mencipta tatanan baru ikhwal kaidah memerintah sang Pemimpin Pelayan (Leadership of Servant). Itu jurus pamong yang ngemong, yang pertama kali dicetuskan Tuan Robert K. Greenleaf tahun 1970, yang kemudian menjadi buku berjudul sama: ‘Servant Leadership’ (1977).
Baca Juga: Mudik Gratis Anies, Catatan Warga Ibukota Negara Jakarta
Menurut kamus merriam-webster.com, bahwa definition of prudence adalah: 1: the ability to govern and discipline oneself by the use of reason; 2: sagacity or shrewdness in the management of affairs; 3: skill and good judgment in the use of resources.
Serial esai ini hendak bijak kepada gugusan Kebijaksanaan Anies yang tak bijak diterlantarkan. Musti dirawat dan merasuk masuk ke alam pikiran Bangsa. Ya.., agar berani menjadi Bangsa yang Agung. Brave to be Greatness of Indonesia!
Caranya? Dengan mencatatkan dan menggemakan jejak AniesPrudence! Walau patik tak hendak begitu saja menihilkan jejak tutur kritis pada kebenaran. Itu ajaran Al Qur’an Annisa ayat 9.
Setakat mengaji bakda subuh digelar online AlimbasTV setiap hari dengan pengasuh tunggal ustadz Dr.Legisan S.Samtafsir, Kamis, 5 Mei 2022, saya menemukan Prudence. Yang lugas mengulas butir mutiara dari kandungan QS Annisa: 9. Ayat yang mengingatkan agar bertaqwa kepada Allah, dan berkata dengan tutur yang benar. Ayat yang berkorelasi maknawi dengan perintah untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah (zhuriyatan dhaaifan).
Apa catatan AniesPrudence kali ini?
Majelis Pembaca. Di Jakarta, masih banyak yang lemah tak mampu membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena NJOP Jakarta pernah dinaikkan menjulang. Walau pemiliknya masih bertahan menghuni bangunan di kawasan emas.
Gubernur Anies merevisi Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2019 tentang pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) kurang dari Rp1 miliar.
Anies meluaskan objek pajak yang digratiskan. Beberapa di antaranya untuk mantan presiden, mantan wakil presiden, mantan gubernur dan mantan wakil gubernur. Kemudian guru, pensiunan guru, hingga veteran dan penerima tanda jasa kehormatan.
“Ini cara kita menghormati, menghargai orang-orang yang telah bekerja memajukan bangsa Indonesia. Dan di Jakarta paling banyak merasakan manfaatnya,” kata Anies, tahun 2019.
Mengapa? Karena lemahnya Ability to Pay!
Sebab itu musti diperkuat dengan Kebijaksanaan Pro Rakyat.
Misalnya fasilitas transportasi umum, jika diukur dengan nilai keekonomian, banyak warga tak sanggup membayar harga tiket MRT (Moda Raya Transportasi) Jakarta. Jauh dari Ability to Pay tiket MRT.
Dengan jurus kebijaksanaan, sebut saja AniesPrudence, gaya Pemimpin Pelayan (Leadership of Servant) sang Anies seperti sosok Babe (ayah) kepada anaknya.
Kota, pun demikian ibukota negara bukan seperti kedai berbayar bagi warganya yang hanya menghormati kartu debit warga. Indeks kemahalan kota itu ibarat tekanan darah (blood presure) pasien yang harus dikontrol, bung.
‘BABE’ untuk Indonesia Bahagia
Tatkala menonton vidio siaran sosial Gubernur Anies Baswedan mengumandangkan beleids perluasan bebas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sontak saya teringat MRT Jakarta.
MRT yang semenjak saat baru dioperasikan, tarifnya ditetapkan dengan harga terjangkau. Tamsjlnya, bagaikan Babe kepada anaknya. Harga keluarga! Dengan konsep Prudence yang menimbang kemampuan membayar (Ability to Pay). Bukan It’s a Must to Pay.
Baca Juga: Anies Naikkan UMP 5,1 Persen, Kadin: Banyak Pengusaha Tak Mampu
Itu refleksi tipis-tipis saya dari pertanyaan abadi: sejatinya pembangunan untuk sejahtera siapa? Pembangunan MRT untuk siapa? Bukankah sejahtera itulah alasan kita bernegara?!
Membangun Jakarta, kudu buka kacamata gelap, bung. Pastikan dulu untuk kebahagiaan siapa agenda pembangunan dilakukan?
Warga kota juncto warga negara Indonesia, tentu! Itu basis Greatness Policy yang paling utama.
Siaran sosial-media Anies berdurasi 3 menit 39 detik itu viral dan berhasil. Ya.., karena menyosialisasikan perluasan gratis PBB kepada kelompok masyarakat yang berjasa. Melengkapi beleids bebas PBB atas objek bernilai dibawah 1 miliar rupiah.
Gratis kepada siapa? Kepada orang-orang yang memberikan jasa bagi negara dan bangsa. Mulai dari pahlawan nasional, perintis kemerdekaan, veteran termasuk guru, dosen, dan pensiunannya, itu semua menjadi orang-orang yang berjasa.
Mencerna itu, saya merasakan sikap konsisten Anies yang pro peoples. Serta menguatnya substansi kebijakan yang populis juncto berkeadilan namun rasional ketika mendefenisikan epistimologi pembangunan Jakarta untuk membahagiakan siapa?
Itu manifestasi pemihakan kepada warga masyarakat –yang berjasa namun relatif kurang sanggup membayar PBB– di ibukota yang harga tanahnya terus menjulang.
Di tengah ekosistem ekonomi dan fasilitas kota yang masih bergendre komersial. Juga, akses masuk pantai saja masih berbayar. Juga, biaya parkir masih mahal. Maka, sangat mungkin belum ada “rumah singgah” gratis bagi pengembara dan musyafir yang bermalam di Jakarta, seperti jamak ditemui di Turki.
Kawan saya di Medan melempar gagasan satire: wakaf warga untuk taman kota. Belum ada wakaf hunian gratis bagi sang musafir kelana. Kecuali, kaki lima, bangku stasiun, kamar mesjid!
Mengapa beleids gratis PBB patut dihargai sebagai AniesPrudence? Malah musti dilanjutkan dalam skala nasional. Sebab, tak jarang warga inti kota Jakarta dan orang lama setempat, namun tinggal menempel dengan kawasan komersial yang harga tanahnya lebih mahal dari emas. Alhasil tak kuat membayar PBB. Beban biaya hidup yang mahal dan aniaya itu menjadi kausal tersisihnya generasi lanjut orang lama ke luar kota, dan alkisah menjadi warga sub-urban karena tak kuat membayar tarif PBB.
Bukankah tidak memiliki landasan etis membiarkan warga tersingkir dari lingkungan tempat tinggal aselinya karena mahalnya tarif PBB Jakarta? Bukankah tidak etis memaksa warga membayar pajak diluar Ability to Pay?
Pemimpin otentik, paham dan khatam membangun Jakarta untuk bahagia siapa. Agar tak meninggalkan generasi (keturunan) yang lemah –yang tergilas kerasnya dinamika kota.Tersisih dari kotanya sendiri. AniesPrudence itu agar tidak lagi menyisakan generasi bumiputra yang “mutan”: tersisih, merasa sedih dan takut ber-ambis!
Anies, yang Prudence, baik kata-katanya dan pulpennya tak pernah marah, pun dalam diam dan cara senyumnya, mapu mengubah Jakarta bersama “BABE”, akronim Bang Anis Baswedan Effect!
Baca Juga: Gubernur Anies Buka Pameran Kaligrafi Internasional Online
Majelis Pembaca yang budiman.
Pintu hati siapa tak terbuka selebar urban, kepada tulusnya sang Pemimpin Pelayan? Brave to be Greatness Indonesia!
QS An-Nisā : 9
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya).
Tahniah. Tabik (Muhammad Joni, SH.MH., Advokat, Sekretaris Umum The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Korsorsium Nasional Perumahan Rakyat, Eksponen KAHMI, dan Jamaah Brave to be Greatness Indonesia, pendapat pribadi).