Jakarta, SIARD – PT Bank Tabungan Negara Tbk (berkode saham BBTN) memiliki kewajiban untuk melakukan pemisahan atau spin off unit usaha syariahnya (UUS). Sebab, aset BTN Syariah pada akhir 2023 mencapai Rp54,3 triliun, meningkat 19,79 persen dari tahun sebelumnya.
Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 12/2023 mengenai kewajiban pemisahan atau spin off bagi unit usaha syariah (UUS), bagi perbankan yang memiliki nilai aset lebih dari Rp50 triliun atau UUS telah mencapai 50 persen dari total aset induknya wajib spin off.
“Kenaikan aset BTN Syariah yang sudah lebih dari Rp50 triliun ini, membuat perseroan memiliki kewajiban untuk melakukan spin off BTN Syariah dan mendirikan BUS (Badan Usaha Syariah) yang akan dilaksanakan tahun ini,” kata Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulupada Paparan Kinerja Keuangan BTN Tahun 2023 di Jakarta, Senin 12 Ferbruari 2024.
Baca Juga: Laba BTN Syariah Melonjak 70 Persen
Nixon mengaku mendirikan BUS tidak mudah dan membutuhkan waktu relatif lama. Untuk itu, cara paling realistis adalah mengakuisisi BUS yang sudah ada. “Saat ini, kami sedang melakukan due diligence (proses uji tuntas) terhadap salah satu bank syariah,” ujarnya.
Nixon menambahkan, dalam melakukan due diligence terhadap bank syariah tersebut ada sejumlah aspek yang perlu dikalkukasi secara hati-hati. Antara lain, aspek finansial dan portofolio, aspek legalitas dan semua perjanjian, serta audit teknologi dan kesiapan sumber daya manusia (SDM). “Kami targetkan prosesnya rampung pada April 2024, untuk selanjutnya diambil keputusan terkait akuisisi,” tuturnya.
Sementara itu, kenaikan aset BTN Syariah ditopang oleh kinerja perseroan yang gemilang. BTN Syariah berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp702,3 miliar pada 2023. Jumlah tersebut melesat 110,5 persen dibandingkan perolehan laba bersih tahun sebelumnya sebesar Rp333,6 miliar.
Kenaikan laba bersih ini ditopang oleh meningkatnya penyaluran pembiayaan BTN Syariah sebesar 17,4 persen menjadi Rp37,1 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp31,6 triliun. Peningkatan signifikan juga terjadi pada Dana Pihak Ketiga (DPK) BTN syariah yang tumbuh pesat sebesar 20,7 persen menjadi Rp41,8 triliun pada tahun 2023, dari tahun sebelumnya sebesar Rp34,64 triliun.
Kinerja gemilang dari sisi penyaluran pembiayaan dan perolehan DPK tersebut, membuat posisi aset BTN syariah mengalami lonjakan sebesar 19,79 persen menjadi Rp54,3 triliun pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp45,3 triliun.
Baca Juga: BTN Syariah dan BP Tapera Kolaborasi, 2.300 Unit Rumah Siap Akad Kredit
Seperti diketahui, BTN tengah melakukan proses uji tuntas (due diligence) terhadap PT Bank Muamalat Tbk. Proses ini akan menentukan kelanjutan agenda akuisisi dan merger. Kementerian BUMN menargetkan agenda korporasi itu dituntaskan pada semester I-2024.
Kementerian Agama sebagai pemegang kuasa pemegang saham pengendali, melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), juga sudah memberi restu. Divestasi saham Bank Muamalat ke BTN akan memberikan dampak positif.
Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki mengatakan merger BTN Syariah dan Bank Muamalat merupakan bagian dari penguatan yang tengah dicoba oleh pemerintah. Hal ini, agar bank-bank syariah dapat lebih fokus dan mampu melakukan pembagian tugas di sistem keuangan Indonesia.
“Selama itu membawa perbaikan, dan tentunya merger ini kan bagian dari yang diperhitungkan disitu. Kalau memang itu kebaikannya banyak, ya kita dukung. Ini bagian dari penyehatan perbankan kita,” ujar Saiful, belum lama ini.
OJK juga menyambut baik rencana tersebut, demi terciptanya industri perbankan syariah yang jauh lebih maju dan berkembang. OJK beralasan, Indonesia setidaknya membutuhkan dua atau tiga bank syariah besar untuk menciptakan persaingan yang sehat di industri tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan, rencana BTN mengakusisi Bank Muamalat sedang berada pada tahap pembicaraan antara kedua perusahaan tersebut.
“Sekarang tidak sehat, karena dalam satu pasar syariah sekarang ada satu bank besar banget dan yang lain kecil-kecil itu enggak sehat. Perlu ada persaingan sehat dan bantu persaingan bank syariah dengan (bank) konvensional di playing field yang sama. Sekarang, kecil-kecil itu enggak akan nendang,” ujarnya.
Dian menambahkan, saat ini memang ada instrumen pemaksaan berupa undang-undang yang dapat mempercepat proses merger atau konsolidasi di sektor perbankan syariah. Namun, OJK tetap akan memberikan ruang bagi bank untuk saling melakukan pendekatan dengan bank lain untuk konsolidasi. (asp)
Baca Juga: