Siapa Saja di Sekitar Nasionalisasi De Javasche Bank

SIARDAILY, Jakarta – Pasca Konferensi Meja Bundar (23 Agustus-2 November 1949), desakan massa dan elite Indonesia untuk menasionalisasi De Javasche Bank (DJB) yang telah berdiri sejak 1828 kian kuat.

Tokoh yang pertama kali menyampaikan gagasan nasionalisasi DJB adalah Mr. Jusuf Wibisono, menteri Keuangan Kabinet Sukiman. Pernyataan yang dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pihak DJB ini menyebabkan Presiden DJB, Dr A. Houwink, memutuskan untuk mengundurkan diri.

Sebagai tindak lanjut, pemerintah kemudian membentuk panitia nasionalisasi DJB berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 118 tanggal 2 Juli 1951, yang berlaku surut sejak 19 Juni 1951.

Panitia ini diketuai oleh Mohamad Sediono yang dibantu oleh empat orang anggota, yaitu Mr. Soetikno Slamet (kelak menjadi salah satu gubernur BI), Dr. R.M. Soemitro Djojohadikoesoemo, T.R.B Sabarudin, serta Drs. Khouw Bian Tie.

Dalam prosesnya, panitia memutuskan nasionalisasi dilakukan dengan cara membeli saham-saham DJB kepada para pemiliknya. Keberhasilan membeli saham-saham DJB tidak lepas dari diplomasi dua delegasi Indonesia yaitu M Saubari dan Khouw Bian kepada Vereeniging voor de Effectenhandel (perkumpulan pedagang efek), Amsterdam (Belanda).

Proses nasionalisasi DJB yang panjang (1951-1953) semakin mengerucut ketika Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Bank Indonesia (UUPBI) disahkan dan diundangkan melalui Lembaran Negara No. 40 Tahun 1953. Undang-undang itu mulai berlaku sejak 1 Juli 1953.

Dengan berlakunya UU tersebut, nama Bank Indonesia secara resmi ditetapkan bukan saja sebagai bank sirkulasi, tetapi juga Bank Sentral RI. Puncaknya, setelah DJB dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia, Sjafruddin Prawiranegara diangkat sebagai Gubernur Bank Indonesia yang pertama.

Sambutan masyarakat Indonesia sangat antusias terhadap lahirnya Bank Indonesia. Dalam beberapa surat kabar nasional disebutkan bahwa lahirnya Bank Indonesia sebagai pembuka zaman baru di bidang keuangan. Dalam terbitan 9 Juli 1953, misalnya, surat kabar Merdeka antara lain menyebutkan: “…hendaknya tanggal 1 Juli 953 kita pandang sebagai hari peresmian perubahan tujuan dan maksud pemerintah dan bank sentralnya, sesuai dengan cita-cita tiap-tiap negara yang betul-betul merdeka politik maupun ekonomis.”

Sebagaimana pikiran dari para tokoh di seputar nasionalisasi DJB (di antaranya Jusuf Wibisono, Sjafruddin Prawiranegara, Soemitro Djojohadikusumo, dan Loekman Hakim), jika diperas memiliki kesamaan makna: kehadiran Bank Indonesia adalah bagian dari kedaulatan bangsa.

Kenyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa Bank Indonesia bukan warisan kolonial, atau dengan kata lain “Bank Indonesia is geen een cadoutje” alias bukan kado kecil dari Belanda, melainkan lahir dari perjuangan bangsa dan negara Indonesia yang berdaulat. (as9)

One thought on “Siapa Saja di Sekitar Nasionalisasi De Javasche Bank

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Share via
Copy link