SIARDAILY, Jakarta – Bencana gempa Cianjur, Jawa Barat dan tanah longsor yang terjadi di Kecamatan Serasan, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, menyebabkan kerusakan rumah warga, selain menelan korban jiwa. Untuk itu, pemerintah bertekad membangunkan hunian yang layak untuk para korban.
Bencana tanah longsor terjadi pada Senin 6 Maret 2023 lalu, sedangkan bencana gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat, terjadi pada akhir 2022 lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana longsor yang menjadi prioritas untuk segera dilaksanakan adalah relokasi permukiman warga, yang bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk penyediaan lahannya.
Baca juga: Kementerian PUPR – Pemda Tandatangani Kontrak Pembangunan Huntap Sulteng Tahap II
Menurut Basuki, hunian tetap atau Huntap bagi masyarakat terdampak longsor, dilakukan dengan membangun rumah khusus tahan gempa dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA).
“Segera siapkan pengangkutan RISHA sebanyak 100 unit dari stok di Palembang, sebagai Huntap di titik relokasi yang aman dari risiko longsor dan sudah disiapkan tanahnya oleh Pemkab Kepulauan Natuna. Untuk mempercepat, masyarakat Kecamatan Serasan harus dilibatkan,” kata dia, Jumat lalu, 10 Maret 2023.
Menteri Basuki memperkirakan, jika lahan sudah siap tersedia, pembangunan fisiknya kira-kira akan dapat selesai dalam waktu tiga bulan, karena pembangunannya tidak begitu sulit dengan metode knock down RISHA yang sudah ada. Titik relokasi permukiman, nantinya juga dilengkapi dengan infrastruktur pendukung, termasuk jaringan air bersih, sanitasi dan musholla untuk warga terdampak.
“Dengan pengangkutan dan pemasangan panel RISHA, kita membutuhkan sekitar tiga bulan, termasuk untuk penyediaan prasarana dan sarana air bersih, sanitasi dan jalan lingkungan,” tambah Menteri Basuki.
Rehabilitasi dan rekonstruksi pada wilayah terdampak bencana di Kepulauan Natuna, tidak hanya membangun kembali rumah yang rusak, tetapi sebagai upaya untuk membangun kembali (build back better) permukiman baru yang lebih aman dan tangguh terhadap bencana. Relokasi 100 rumah warga terdampak penting dilakukan karena berada di zona merah kerentanan tinggi terhadap bencana longsor.
Sebelum program relokasi sebagai tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, Kementerian PUPR melakukan penanganan tanggap darurat bencana longsor yang memasuki hari ke-4 di Natuna ,dengan mengerahkan alat berat untuk membantu proses evakuasi, pembersihan lumpur, dukungan sarana dan prasana bagi pengungsi, dan membuka jalur terdampak longsor.
Menteri Basuki menginstruksikan, segera dilakukan perbaikan kondisi Jalan Lingkar Pulau Serasan sepanjang kurang lebih 15 kilometer hingga 20 km yang terdampak longsor. “Perbaikan Jalan Lingkar Pulau Serasan, diperlukan untuk membantu distribusi bantuan logistik. Ditargetkan dalam waktu 2-3 hari selesai dan kalau sudah terbuka, harus dibersihkan dari sisa lumpur longsoran. Perbaikan yang dilakukan termasuk pelebaran, pelapisan ulang aspal dan perbaikan geometrinya,” lanjutnya.
Berdasarkan laporan sementara, bencana longsor di Kecamatan Serasan terjadi di tujuh titik, mengakibatkan 32 orang meninggal, 21 orang hilang, terdampak 37 rumah, dengan jumlah pengungsi 1.586 orang.
Huntap Cianjur
Sementara itu, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan telah menyelesaikan pembangunan Hunian Tetap (Huntap) Tahap I Penanganan Pasca Bencana Gempa Bumi di Cianjur, Jawa Barat yang terjadi pada akhir 2022 lalu. Masyarakat terdampak akan segera menempati 200 unit Huntap Tahap I yang dibangun di atas lahan seluas 2,4 hektar di Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA) tersebut.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, Kementerian PUPR melaksanakan pembangunan Huntap Relokasi Tahap I sesuai dengan lahan yang disediakan Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk merelokasi masyarakat terdampak yang tinggal di kawasan zona merah sesar Cugenang.
“Sesuai dengan lahan yang disediakan Pemerintah Kabupaten Cianjur, lokasinya di Cilaku sekitar 2,5 Ha dan Mande sekitar 30 Ha. Warga ini semula tinggal di zona sabuk merah dengan tingkat kerentanan tinggi terhadap gempa dan gerakan tanah/ longsor. Sangat berbahaya jika tetap tinggal di zona merah,” ujar Menteri Basuki.
Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto mengatakan, Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR melalui Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa II berusaha secepat mungkin melaksanakan penanganan pasca bencana melalui pembangunan Huntap. Sebab, masyarakat terdampak bencana gempa bumi di Cianjur segera membutuhkan tempat tinggal yang layak. Terlebih, banyak rumah yang mengalami kerusakan dengan kategori rusak berat, terutama yang berada di zona merah sesar Cugenang.
“Kementerian PUPR langsung bergerak di lapangan dan berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Cianjur untuk mendata sejumlah infrastruktur dan perumahan masyarakat yang mengalami kerusakan dan perlu penanganan. Setelah dilaksanakan pendataan, khususnya rumah masyarakat yang rusak dan berada di jalur sesar Cugenang, akan menjadi zona merah dan tidak boleh dibangun hunian kembali,” kata Iwan.
Kawasan Relokasi Huntap Tahap I yang diberi nama Bumi Sirnagalih Damai tersebut spesifikasi bangunannya menggunakan struktur rumah tahan gempa RISHA, dinding bata ringan dan plester aci. Rangka atap bangunan menggunakan baja ringan dan penutup atap galvalum. Sedangkan lantainya menggunakan keramik ukuran 60×60 dengan pintu dan jendela berbahan UPVC, serta plafon gypsum. Bangunan tersebut dilengkapi pula dengan jaringan listrik 900 watt dan jaringan air PDAM. Jalan lingkungan juga tersedia dan dicor beton serta dilengkapi fasilitas balai warga, taman bermain dan penghijauan serta masjid.
“Pembangunan Huntap Tahap I ini kami lakukan secepat mungkin dan menjadi bagian dari operasi kemanusiaan Kementerian PUPR untuk membantu masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Cianjur sehingga tidak perlu terlalu lama tinggal di tenda pengungsian. Pembangunan Huntap ini dibangun dengan RISHA selama tiga bulan mulai awal Desember 2022 dan dapat segera dihuni oleh masyarakat pada awal Maret 2023. Kami juga ingin masyarakat segera memanfaatkan bangunan ini bersama keluarganya dan memiliki semangat hidup baru,” harap Iwan.
Salah seorang penerima bantuan, Imaria (57 tahun) yang dulu tinggal di di Kampung Cisarua RT 1 /RW 4, Desa Sarampad, Kecamatan Cugenang, mengaku sangat senang karena mendapatkan bantuan Huntap dari pemerintah. Terlebih, lokasinya sangat strategis dan tidak jauh dari jalan raya serta sarana transportasi yang mudah.
“Rumah saya dan tetangga juga rusak dan tanahnya banyak yang amblas. Dari BMKG juga mengatakan kalau lokasi tersebut menjadi zona merah dan tidak boleh dibangun hunian kembali. Jadi saya cuma bisa mengucapkan Alhamdulillah dan sangat senang karena mendapatkan rumah baru dan direlokasi ke Huntap ini,” jelas Imaria saat ditemui di kawasan relokasi Huntap Tahap I, Kamis (2/3/2023).
Hal senada diungkapkan oleh Ganjar (39 tahun) yang sebelumnya tinggal di Kampung Rawacina, Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur. Ganjar datang ke kawasan relokasi Huntap Tahap I bersama anaknya untuk melihat langsung kondisi bangunan yang akan ditempatinya. Ganjar bersyukur karena setelah tiga bulan tinggal di tenda pengungsian, ia dapat melihat langsung rumah yang dibangun dengan teknologi rumah tahan gempa RISHA.
“Saya ingin segera pindah dari tenda pengungsian ke rumah RISHA ini. Bangunannya bagus, rapi dan kokoh. Warnanya juga cerah serta lingkungannya juga baik, jalannya di cor dan ada balai warga dan taman untuk anak-anak bermain,” ungkap Ganjar. (as09)
Baca juga: Hal Penting dalam Rapermen Bantuan Pembangunan Perumahan