Jakarta, SIARD – Kabar anyar derap Program 3 Juta Rumah datang dari Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukinan (PKP) Fahri Hamzah. Menurut politisi Partai Gelora itu, pemerintah segera menggunakan 24 hektare lahan kompleks rumah dinas (rumdis) DPR di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, menjadi lokasi program tiga juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Lalu, bagaimana arah konsep pembangunan kawasan yang terdiri blok 20 hektare plus empat hektare yang dipisahkan rel kereta itu? Siapa patut menikmati kawasan bernilai ekonomi tinggi eks rumdis anggota parlemen Kalibata itu? Apa saja terobosan yang menyasar MBR dan warga miskin kota? Akankah melibatkan pelaku usaha domestik yang bagian ekosistem pembangunan perumahan MBR?
Baca Juga: Bank Tanah Kunci Utama Program 3 Juta Rumah
Berikut, 9 (sembilan) catatan jika tanah rumdis DPR Kalibata diperuntukan bagi Program 3 Juta Rumah, seperti diungkap Muhammad Joni, praktisi hukum perumahan yang juga sebagai Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas Pera) kepada media, Minggu 8 Maret 2025:
- Proyek eks rumdis DPR Kalibata itu pasti menarik dan patut diapresiasi itu gebrakan Program 3 Juta Rumah, yang kini dijadikan Program Strategis Nasional (PSN). Artinya, bukan hanya proyek seperti halnya Program Sejuta Rumah (PSR). Namun, transformasi atau terobosan mengubahnya dari kompleks rumdis DPR ke hunian MBR itu gaungnya menggelegar. Sebab itu, harus dipastikan untuk siapa hunian itu disiapkan. Pro MBR, atau properti komersial? Memang, selalu saja dipakai dalil mengatasi kekurangan rumah (backlog). Apakah eks lahan rumdis DPR yang strategis dekat stasiun kereta dan berhampiran kawasan tepi kali itu, de jure dan de facto hendak dirancang mengatasi kawasan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni di Jakarta? Apakah, masuk atensi khusus pada warga pra sejahtera yang berhampiran sekitar Kalibata seperti pinggiran sungai Ciliwung? Intervensi kebijakan menjawab soal kusut backlog agak lain, dengan senabut soal kawasan kumuh kota yang akut dan sudah menjadi komunitas tersendiri dengan sub kultur yang unik. Pembangunan rumah susun itu solusi backlog atau mencakup exit strategy menjawab kekumuhan kota? Intervensinya tidak hanya reproduksi hunian dan mengejar statistik jumlah bangunan rumah susun?
Alhasil, PSN tiga juta rumah tidak melulu membangun statistik fisik, namun membangun ekonomi dan memberdayakan keluarga MBR. Melampaui skenario capaian statistik hunian tiga juta rumah MBR.
- Transformasi eks lahan rumdis DPR menjadi hunian MBR itu terbosan berani pro MBR. Saya kira, kelangkaan lahan di Jakarta tidak rasional membangun rumah tapak untuk perumahan MBR, maka tepat jika dibangun hunian vertikal atau rumah susun sewa, karena berdiri di atas tanah perbendaharaan negara. Bahkan, bukan hanya rumah susun sewa, namun bersubsidi plus adanya intervensi pemberdayaan ekonomi. Jika tidak, rumah tapak (landed house) bukan hanya tidak rasional karena harganya tidak terjangkau MBR, bahkan tidak menjawab masalah ekonomi keluarga MBR yang hendak disasar. Kiranya, bermula dari transformasi lahan eks rumdis DPR Kalibata menjadi hunian vertikal, maka konseptualisasi dan disain garis kebijakannya harus bisa menjawab keraguan publik betapa hunian vertikal rumah susun bisa mengatasi masalah sosial-ekonomi permukiman kumuh yang akut dan lebih kompleks dari sekadar isu normatif-statistik bernama backlog karena ada isu kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kerentanan anak dan perempuan. Blending isu bangunan rumah untuk manusia dengan bangunan sosial-ekonomi untuk pemberdayaan keluarga sejahtera. Sebab itu, beralasan jika Kementerian PKP bukan hanya berada di bawah koordinasi Menko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, namun Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dan tentu saja pemerintah daerah.
- Pengembangan hunian vertikal dari bekas lahan kompleks rumdis Kalibata itu berlokasi strategis, mahal dan terlebih lagi dekat dengan stasiun kereta, karena itu beralasan dirancang menjadi model pemanfaatan lahan milik negara menjadi kawasan hunian vertikal untuk MBR dan juga menjawab kekumuhan kota yang setarikan nafas dengan jeratan kemiskinan warga kota.
Juga, beralasan dan cocok terintegrasi dengan konsep Transit Oriented Development (TOD), karena lokasinya dalam radius terjangkau ke stasiun kereta, namun tidak meninggalkan kemanfaatan hunian berbasis TOD bagi semua, TOD berkeadilan untuk semua. Pastikan hunian berbasis TOD yang terintegrasi bisa mengurangi beban biaya penghuni atau konsumen dan beban kepadatan transportasi kota.
Kawasan TOD yang dirancang kudu mematok beleids yang bisa mengendalikan “tata niaga” kawasan hunian dengan TOD Kalibata, sehingga bisa mengendalikan indeks kemahalan tarif barang, properti, pun tarif di kawasan TOD yang bakal berkilau namun tetap terjangkau MBR, yang justru masih perlu intervensi kebijakan. Agar tidak menjadi kausal penyingkiran kembali bagi warga penghuni hunian vertikal dengan tarif iuran dan biaya yang membebani, namun tanpa intervensi pemberdayaan ekonomi. Maksud asli hendak menyediakan kawasan dan hunian layak bagi warga miskin kota via PSN tiga juta rumah, jangan menjadi jebakan penyingkiran baru dengan indeks kemahalan yang tak terjangkau.
- Agar dipastikan sasaran penerima manfaat dan pengguna serta penghuni hunian vertikal tersebut menarget kelompok MBR dan kurang mampu khsususnya dari kawasan sekitar lahan rumdis DPR Kalibata, pinggiran kali dan kawasan kumuh kota yang tersisihkan bisa bangkit dari hunian layak, sehat, terjangkau dan produktif, agar terobosan keadilan ruang dan hak dasar atas hunian yang dimaksudkan menjawab kompleksitas masalah sosial kawasan perkotaan yang berhimpitan dengan isu kemiskinan warga kota.
- Selain masalah eksternalitas pembangunan kawasan rumah susun untuk MBR dan mengatasi kekumuhan kota itu, tak kalah penting menata ulang soal pengelolaan rumah susun yang perlu dirumuskan dan dipastikan agar tidak menimbulkan masalah klasik konflik internal penghuni dengan pengelola dan developer. Sebab itu, segerakan infrastruktur non fisik berupa infrastruktur regulasi pengelolaan dan pemanfataan bahkan housing codes penghunian rusun. PP tentang Pengelolaan dan Penghunian Rumah Susun agar disegerakan, termasuk mengenai evaluasi pengaturan PPPSRS. Status Jakarta sebagai Kota Global, mendesak regulasi hunian vertikal yang lengkap, housing codes, termasuk pengawasan penggunaan, pengelolaan dan penghunian rumah susun.
- Memastikan pengguna dan penghuni senyatanya MBR yang tepat sasaran, dengan cara evaluasi ketat secara periodik atas status penghuni dan penggunaan. Bisa jadi penghuni semula masik kriteria MBR, kemudian menjadi bukan MBR lagi. Soal ini perlu diatur jelas dalam tatanan regulasi yang ketat dan pengawasan yang kredibel.
Karena proyek ini dibangun di kota global Jakarta, maka Perda mengenai Rumah Susun, PPPSRS, pengelolaan dan penghunian perlu disegerakan, agar konflik horizontal dan kekosongan aturan bisa diatasi. Prospek dan kepercayaan atas properti hunian vertikal bisa tercipta dengan regulasi yang pasti, lengkap, patut, dan adil.
- Walau berada di atas lahan tanah pemerintah, namun beralasan menurut hukum melibatkan peran pelaku usaha atau pengembang MBR domestik yang telah terdaftar ke dalam ekosistem yang teruji kinerjanya menyokong program PSR yang beralasan menjadi bagian dari PSN tiga juta rumah. Hemat saya, pengembang MBR domestik tidak bisa diabaikan karena menjadi ekosistem pembangunan perumahan dan kawasan permukiman.
Namun tata kelola dan kolaborasi harus ditingkatkan. Suksesnya PSN tiga juta rumah bukan hanya capaian statistik produksi rumah MBR saja namun PSN yang berhasil menggerakkan mesin pembangunan dalam eksositem yang ajeg termasuk pengembang MBR yang terbukti efektif menyerap tenaga kerja dan menggerakkan puluhan jenis rantai usaha yang menyertainya.
- Skali lagi, Program 3 Juta Rumah diintegrasikan dengan akses kepada pemberdayaan ekonomi kepada MBR. Selain akses hunian juga akses pemberdayaan ekonomi keluarga, agar tekat Presiden Prabowo Subianto mengentaskan kemiskinan melalui pembangunan perumahan yang bukan hanya sehat, layak dan terjangkau namun kawasan hunian yang bertumbuh menjadi kawasan produktif.
- Dengan tidak menafikan kecepatan dan ketepatan, namun tidak belebihan jika membuka partisipasi bermakna dan kualitatif menciptakan kawasan hunian sehat, layak, terjangkau dan produktif dengan melombakan disain pengembangan kawasan hunian vertikal bebasis TOD yang sehat, layak, terjangkau, berkeadilan yang tidak menyisihkan pihak manapun. Suksesnya kebijakan terobosan transformasi lahan Kalibata itu menjadi taruhan tekat Presiden Prabowo yang menginginkan rakyat MBR bisa tersenyum menikmati hunian yang sehat, layak, terjangkau, dan berkeadilan. (asp)
Baca Juga: