Jakarta, SIARD – Dua merek sepatu lokal alias produk industri kecil dan menengah atau IKM asli Indonesia, terbukti mampu merambah ke pasar global, di antaranya Sagara Boots dan Pijakbumi.
Kedua produk IKM tersebut, terbukti mampu mematahkan stigma negatif produksi sepatu negara berkembang berkualitas buruk, dengan material jelek, dan desain yang kuno.
Sagara Boots, bahkan tembus menjadi sepatu boots kulit tier satu, yang setara dengan sepatu asal Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat. Sedangkan produk Pijakbumi, telah diekspor ke 20 negara di dunia.
Pendiri sekaligus pemilik Sagara Boots, Bagus Satrio mengungkapkan, semakin banyak media asing yang mengekspos kemampuan industri sepatu Indonesia dalam menghasilkan boots yang berkualitas, yang bisa bersaing dengan produk kelas dunia. Karenanya, produk sepatu lokal bisa dikenal masyarakat dunia.
“Kami tidak sembarangan memilih bahan baku, harus menggunakan bahan kulit yang terbaik. Selain itu, dengan kualitas kulit dan sol terbaik, sehingga harga boots kami bahkan lebih mahal dari produk Amerika. Kami menjual dengan harga sekitar Rp6 juta,” ujar Bagus, saat ditemui.
Sagara Boots bisa menerima pesanan secara custom, dan seluruh produksi sepatunya dilakukan secara manual dengan tangan. Tim Sagara pun menerapkan sistem waiting list sampai empat bulan lantaran tenaga kerja yang terbatas dan pesanan yang semakin membludak. “Dalam sebulan kami hanya bisa menghasilkan 40-60 pasang sepatu. Di luar negeri, Sagara Boots diminati karena handmade, custom, dan kualitas kulitnya tinggi,” tambahnya.
Sedangkan Pijakbumi merupakan brand sepatu asal Bandung yang berciri khas eco friendly dengan bahan dari kulit natural dan ekstrak tumbuhan, salah satunya adalah dari serbuk kayu. Pijakbumi didirikan oleh Rowland Asfales dengan konsep orisinalitas desain, kearifan lokal, dan bahan material ramah lingkungan untuk mengurangi emisi karbon. Dengan memadu padankan bahan baku pilihan, Pijakbumi mampu menghasilkan produk sepatu berkualitas.
Dalam produksi dan pemasaran, seringkali Sagara Boots maupun Pijakbumi terkendala oleh akses bahan baku impor dan modal untuk ekspor. Selain itu, Pijakbumi juga sedang berupaya mengkalkulasi bahan eco friendly sebagai bahan utama sepatunya, agar bisnisnya lebih berkelanjutan.
“Kami berharap ada cara untuk mengkalkulasi penggunaan bahan ramah lingkungan untuk perusahaan inovatif, dan bisa mendapatkan pengurangan pajak terkait pengolahan industri yang berkomitmen mengurangi emisi karbon,” kata Rowland.
Sementara itu, Direktur Jenderal Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (Dirjen IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita mengatakan, kedua IKM alas kaki tersebut membuktikan bahwa brand sepatu lokal semakin inovatif, dengan desain yang mengikuti selera pasar terkini, serta tetap memerhatikan produksi ramah lingkungan dan berkesinambungan. Bahkan, tambahnya, mereka mampu melayani permintaan secara custom atau sesuai selera konsumen.
Baca juga: Kemenperin Gencarkan Digitalisasi Pemasaran Produk IKM
“Dengan kualitas yang terbaik, kami optimistis brand lokal bisa lebih keren dan punya nilai jual tinggi dibanding brand luar yang ada di retail besar,” tuturnya, seperti dikutip dari keterangannya di laman Kemenperin, Minggu 30 Januari 2022.
Kemenperin seperti diketahui, terus mendorong pengembangan IKM produsen alas kaki agar bisa meningkatkan daya saingnya. Apalagi, sebagai negara pusat produksi alas kaki terbesar ke-4 dunia, Indonesia memiliki potensi menjadi produsen sepatu lokal yang kompetitif di kancah global, dengan kualitas yang setara dengan merek-merek ternama dunia.
Adapun dua merek sepatu lokal yang terbukti mampu merambah ke pasar global, di antaranya Sagara Boots dan Pijakbumi. Keduanya merupakan mitra Badan Pengembangan Industri Persepatuan Indonesia (BPIPI) Sidoarjo, unit pelaksana teknis di bawah binaan Direktorat Jenderal IKMA Kemenperin.
“BPIPI menggandeng Sagara Boots dan Pijakbumi masuk ke dalam ekosistem pelaku industri alas kaki nasional, lantaran berhasil menjadi contoh pelaku IKM alas kaki yang berkualitas. Kisah sukses kedua IKM ini diharapkan mampu membangkitkan semangat IKM lainnya untuk lebih lihai membaca peluang di pasar dalam dan luar negeri,” kata Reni.
Hingga kuartal III tahun 2021, total nilai ekspor alas kaki (kulit dan non-kulit) Indonesia mencapai USD4,3 miliar. Sementara itu, total PDB industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki mencapai Rp20 triliun atau tumbuh 7% (y-o-y) sampai pada kuartal III-2021.
Platform digital IFN
Dirjen IKMA menegaskan, melalui BPIPI, pihaknya berkomitmen untuk terus membantu para pelaku IKM alas kaki untuk mencari solusi dalam upaya meningkatkan produktivitas dan kemudahan akses ke pasar ekspor.
“Untuk memecahkan masalah-masalah terkait ekspor produk alas kaku ini, kami akan memfasilitasi mereka untuk bisa mengakses fasilitas KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor), dan akses pembiayaan untuk ekspor melalui LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia),” ujar Reni.
Sementara itu, terkait kalkulasi penggunaan bahan material ramah lingkungan, Ditjen IKMA mempertemukan IKM alas kaki dengan Pusat Industri Hijau Kemenperin.
Lebih lanjut, guna mendukung para pelaku bisnis persepatuan untuk tumbuh bersama, BPIPI membuat sebuah platform digital bernama Indonesia Footwear Network (IFN) yang bisa diakses melalui laman https://ifn.bpipi.id/. IFN ini bertujuan sebagai solusi atas perubahan tatanan industri alas kaki nasional sejak pandemi Covid-19.
“Di platform ini, beragam pelaku dan komunitas industri alas kaki nasional dapat berkolaborasi sebagai mitra bisnis untuk melakukan sharing value,” ujarnya.
Reni menambahkan, melalui IFN, BPIPI akan dapat memberikan informasi yang relevan bagi pasar domestik dan global terkait potensi industri alas kaki Indonesia dari sektor hulu hingga hilir.
Kepala BPIPI Edi Suhendra menambahkan, sebagai fasilitator industri alas kaki nasional, BPIPI memiliki peran untuk menguatkan kembali beragam komunitas industri alas kaki di Indonesia. Dengan demikian, IFN akan didorong untuk melengkapi dan mengumpulkan informasi industri yang selama ini ada di masing-masing komunitas.
BPIPI juga terus mendorong program kemitraan di industri alas kaki agar ekosistem industri khususnya IKM alas kaki mampu lebih mandiri, menghasilkan kualitas produk lebih baik dan potensi go global.
“Sebagai salah satu manufaktur alas kaki terbesar global, Indonesia perlu mengambil inisiatif untuk mengintegrasikan informasi dari produsen, supplier, sumber material, merek lokal, dan organisasi yang bergerak di sektor industri alas kaki,” ujar Edi.
Sebab itu, lanjutnya, IFN yang digawangi BPIPI ini hadir sebagai penyedia informasi yang relevan bagi pasar potensial industri alas kaki dari hulu ke hilir, baik domestik dan global. (as9)
Baca juga: Rekadaya Ubah Serat Kelapa Jadi Produk Interior Otomotif
1 thought on “Industri Alas Kaki Ini Patahkan Stigma Negatif Produk Negara Berkembang”